35% Resesi AS 2025: Kebijakan Tarif Trump Picu Inflasi 12% & Migrasi Kekuatan ke BRICS+

Disda Hendri Yosuki
By
Disda Hendri Yosuki
Disda Hendri Yosuki adalah seorang penulis lepas yang fokus terhadap hal-hal menarik dan trend, tidak menutup kemungkinan bagi dirinya untuk menulis semua isu bahkan bisa dibilang...
4 Min Read
Dampak Kebijakan Tarif Trump 2025 pada Pasar Real Estate Global (Ilustrasi)

proestate.id – Kebijakan tarif impor Donald Trump yang diberlakukan pada 3 April 2025 tidak hanya memicu ketegangan perdagangan global, tetapi juga meningkatkan risiko resesi di AS hingga 35% dalam 12 bulan ke depan.

Artikel ini mengupas mekanisme transmisi krisis, dampak geopolitik, dan implikasinya terhadap tatanan ekonomi dunia.

Mekanisme Transmisi Krisis: Dari Tarif ke Resesi

1. Inflasi Struktural yang Tak Terkendali

Kenaikan tarif impor 10% pada 92% produk termasuk komponen elektronik dan otomotif memicu lonjakan harga barang konsumen sebesar 7-12%.

Sektor manufaktur AS yang bergantung pada impor bahan baku terancam kehilangan daya saing, sementara rumah tangga diperkirakan kehilangan $1.200/tahun akibat mahalnya harga pangan dan energi.

2. Erosi Daya Beli dan Pengangguran Sektoral

Inflasi tinggi memaksa The Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25-5,5% meski ekonomi melambat.

Akibatnya, 250.000 pekerjaan di sektor logistik dan ritel berisiko hilang, memperparah ketimpangan pendapatan.

3. Defisit Fiskal yang Membengkak

Pendapatan tarif $100 miliar/tahun tidak mampu menutupi defisit perdagangan AS sebesar $1,1 triliun (2024).

Pemerintah AS terpaksa menerbitkan obligasi tambahan senilai $800 miliar, meningkatkan risiko gagal bayar jangka panjang.

Misteri Pengecualian Rusia: Strategi di Balik Tarif

Meski menjadi rival geopolitik, Rusia lolos dari kebijakan tarif Trump. Analisis mengungkap tiga alasan kunci:

  1. Sanksi yang Sudah Ekstrem: Perdagangan AS-Rusia anjlok 89% sejak 2022 akibat 28.595 sanksi Barat.
  2. Ketergantungan Energi: AS masih mengimpor 12% uranium nuklir dari Rusia—komoditas kritis yang dikecualikan dari tarif.
  3. Lobi Terselubung: Pembicaraan rahasia Trump-Putin tentang pembagian pengaruh di Ukraina dan Suriah, meski Kremlin membantahnya.

Proyeksi Ekonomi Rusia:

  • Kontraksi PDB ke 0,5-2% (2026) akibat sanksi dan harga minyak $65/barel.
  • Inflasi kronis 7-8% memaksa suku bunga tetap di 21%.
  • Strategi alternatif: 68% transaksi BRICS+ menggunakan mata uang lokal, naik dari 26% (2023)[5].

Dampak Global: Pergeseran Kekuatan ke BRICS+

Blok BRICS+ Menguat, AS Terancam Isolasi

  • Ekspansi Anggota: Masuknya Indonesia, Iran, dan Mesir (2025) mendongkrak PDB BRICS+ menjadi $38 triliun (35% global).
  • Sistem Pembayaran Alternatif: BRICS Pay menggantikan 22% transaksi dolar dengan mata uang lokal.
  • Krisis China: Tarif AS 54% mengancam ekspor $550 miliar/tahun, memaksa relokasi produksi ke Vietnam dan Malaysia.

Uni Eropa: Retaliasi dan Krisis Energi

  • UE membalas dengan pembatasan impor jagung AS senilai €7 miliar/tahun.
  • Harga gas alam melonjak 40% akibat gangguan pasokan Rusia via Nord Stream[4].

ASEAN: Kebijakan Terfragmentasi

  • Vietnam: Ekspor tekstil turun 18% akibat tarif 28%[1].
  • Indonesia: Kehilangan $4,2 miliar ekspor otomotif ke AS[1][5].
  • Malaysia: Bebas tarif berkat investasi semikonduktor AS $52 miliar di Penang[1].

Masa Depan AS-Rusia: Dua Skenario Utama

1. Skenario Konflik Terkendali

  • AS izinkan impor pupuk Rusia $1,2 miliar/tahun sebagai imbalan pengurangan pasokan senjata ke Iran.
  • Joint venture ExxonMobil-Rosneft senilai $18 miliar untuk eksplorasi minyak Arktik (2026).

2. Skenario Eskalasi

  • AS tingkatkan dukungan senjata ke Ukraina menjadi $50 miliar/tahun, picu pembekuan aset Rusia $300 miliar.
  • Uji coba rudal hipersonik Zircon Rusia memicu sanksi teknologi AS di sektor mikrochip.

Rekomendasi Kebijakan untuk Mitigasi Krisis

Untuk AS:

    • Moratorium tarif 6 bulan untuk produk farmasi dan pangan[6].
    • Negosiasi kuota ekspor dengan BRICS+ untuk hindari resesi global[5].

    Untuk Rusia:

      • Diversifikasi ekspor ke Afrika via jalur logistik Iran-India[4].
      • Reformasi pajak progresif (15-25%) kurangi ketergantungan pada energi[4].

      Untuk BRICS+:

        • Percepat pendirian BRICS Development Bank dengan modal $200 miliar[5].
        • Standarisasi sertifikasi halal untuk produk makanan anggota[5].

        Sintesis: Pergeseran Kekuatan Ekonomi Global

        Kebijakan Trump menciptakan paradoks: upaya pulihkan industri AS justru mempercepat migrasi kekuatan ekonomi ke BRICS+.

        Sementara AS berisiko resesi teknis pada Q4 2025, Rusia dan BRICS+ memanfaatkan vacuum power untuk bangun sistem keuangan alternatif.

        Jika BRICS+ sukses dengan BRICS Pay dan aliansi strategis, dominasi dolar AS bisa terus tergerus mengubah peta ekonomi global secara permanen.

        Share This Article