Trading Halt Pertama Sejak 2020: Mengapa Aturan OJK Gagal Redam Gejolak IHSG?

zain
By
zain
zain afton adalah seorang arsitek berpengalaman yang memfokuskan diri pada desain rumah berkelanjutan dan smart home. Dengan lebih dari 12 tahun pengalaman, zain menggabungkan estetika dengan...
5 Min Read
Skenario Terburuk IHSG Jika Rupiah dan Defisit Anggaran Terus Memburuk (Ilustrasi)

Selasa, 18 Maret 2025, pasar saham Indonesia mengalami guncangan besar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 6,58% ke level 6.046 dalam waktu singkat, memicu trading halt (penghentian sementara perdagangan) untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19.

Ini adalah momen langka yang mengejutkan investor, terutama karena aturan OJK yang seharusnya “meredam volatilitas” justru gagal total.

Mengapa Trading Halt Dilakukan?

OJK memiliki aturan ketat untuk menghentikan sementara perdagangan jika IHSG turun lebih dari 5% dalam sehari.

Tujuannya jelas: memberi waktu investor untuk “bernafas” dan mencegah panic selling. Tapi, dalam kasus ini, kebijakan itu seperti memasang plester pada luka menganga.

Begini kronologinya:

  • Pukul 11:19 WIB, IHSG turun 5,02%, trading halt diberlakukan selama 30 menit.
  • Setelah dibuka kembali, IHSG malah terjun bebas ke 6,58%. Artinya, aturan OJK hanya memperlambat kejatuhan, bukan menghentikannya.

Mengapa Aturan OJK Dianggap Gagal?

Sebagai analis, saya melihat tiga alasan utama mengapa kebijakan ini tidak efektif:

1. Hanya Mengobati Gejala, Bukan Penyakit

Trading halt ibarat mematikan alarm kebakaran tanpa memadamkan api. Penurunan IHSG disebabkan oleh faktor fundamental:

  • Eksternal: Perang dagang AS-Tiongkok, konflik Israel-Gaza, dan kenaikan suku bunga global.
  • Internal: Defisit anggaran RI, rupiah melemah ke Rp16.900/USD, dan capital outflow Rp26,9 triliun.

OJK tidak menyentuh akar masalah ini.

2. Kurangnya Sistem Peringatan Dini

Aturan OJK bersifat reaktif, bukan proaktif. Mereka baru bertindak setelah IHSG jatuh 5%, padahal tanda-tanda krisis sudah terlihat sejak awal 2025:

  • Credit Default Swap (CDS) Indonesia naik ke 76 bps (indikator risiko negara meningkat).
  • Saham bluechip seperti BBCA, BBRI, dan DCII sudah menunjukkan tekanan jual sejak minggu lalu.

3. Investor Asing Sudah “Kabur” Sejak Lama

Data menunjukkan investor asing menarik dana hingga Rp1,77 triliun dalam sepekan. Trading halt tidak bisa memaksa mereka kembali. Justru, kebijakan ini memicu kepanikan karena investor lokal terlambat menyadari betapa parahnya kondisi pasar.

Faktor Eksternal vs Internal: Mana yang Lebih Berbahaya?

Mari kita bedah dua penyebab utama kejatuhan IHSG hari ini:

A. Badai Eksternal: Perang Dagang dan Konflik Global

  • Perang dagang AS-Tiongkok pasca-kemenangan Trump memicu ketidakpastian. Indonesia, sebagai mitra dagang kedua negara, otomatis terimbas.
  • Konflik Israel-Gaza membuat harga minyak dan komoditas melonjak, mengganggu neraca perdagangan RI.

B. Krisis Internal: Rupiah Melemah dan Defisit Anggaran

  • Rupiah di Rp16.900/USD: Pelemahan ini membuat impor lebih mahal, terutama untuk bahan baku industri.
  • Defisit anggaran yang diumumkan Sri Mulyani memicu kekhawatiran tentang kemampuan pemerintah menstabilkan ekonomi.

Faktor internal lebih berbahaya karena OJK dan pemerintah bisa mengendalikannya, tapi tidak ada langkah konkret.

Tips Praktis untuk Investor: Apa yang Harus Dilakukan Saat IHSG Melemah?

Jika Anda adalah investor pemula atau berpengalaman, berikut strategi yang bisa diterapkan:

Jangan Panic Selling

    • IHSG turun 6% hari ini, tapi sejarah membuktikan pasar selalu pulih. Contoh: Krisis 2008 dan pandemi 2020.

    Cari Saham yang “Oversold”

      • Perhatikan saham dengan fundamental kuat yang terkoreksi drastis, seperti SIDO atau emiten konsumer.

      Diversifikasi ke Aset Safe Haven

        • Emas dan obligasi pemerintah (SBN) cenderung stabil saat pasar saham kacau.

        Pantau Rupiah dan Data Makroekonomi

          • Pelemahan rupiah sering menjadi indikator awal tekanan di IHSG.

          FAQ: Pertanyaan yang Sering Diajukan

          1. Apa itu Trading Halt?

          Trading halt adalah penghentian sementara perdagangan saham untuk meredam volatilitas. OJK mengaktifkannya jika IHSG turun 5% dalam sehari.

          2. Mengapa IHSG Hari Ini Bisa Turun Sedrastis?

          Kombinasi faktor eksternal (perang dagang, konflik geopolitik) dan internal (defisit anggaran, rupiah melemah) membuat investor melakukan aksi jual massal.

          3. Kapan IHSG Akan Pulih?

          Tidak ada jawaban pasti. Namun, jika pemerintah dan OJK merespons dengan kebijakan fiskal (misalnya stimulus sektor riil) atau moneter (penurunan suku bunga), IHSG berpeluang rebound.

          4. Haruskah Saya Menjual Semua Saham Sekarang?

          Tidak disarankan. Jika portofolio Anda terdiversifikasi dan berisi saham berkualitas, bertahan adalah pilihan bijak. Jual hanya jika perusahaan tempat Anda berinvestasi mengalami masalah fundamental serius.

          Kesimpulan: OJK Perlu Revolusi, Bukan Reformasi

          Aturan trading halt OJK gagal karena hanya mengatasi gejala, bukan penyakit. Untuk mencegah kejadian serupa, OJK harus:

          • Memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk stabilisasi rupiah.
          • Menerapkan kebijakan proaktif, seperti pembatasan aksi jual asing jika volatilitas tinggi.
          • Edukasi investor tentang risiko pasar global dan lokal.

          Bagi pembaca, jadikan momen ini sebagai pelajaran: pasar saham tidak selamanya naik, tapi krisis selalu menciptakan peluang bagi yang siap.

          Share This Article