[CERPEN] Eksperimen Awal Proyek X

diratama
56 Min Read
[CERPEN] Eksperimen Awal Proyek X (Ilustrasi)

Pada saat yang sama, Aiden juga semakin sadar bahwa waktu untuk bertindak telah tiba. Dia tidak bisa lagi membiarkan semua ini terus berlanjut tanpa ada yang tahu. Kegelisahannya semakin memuncak ketika dia menyadari bahwa mungkin ada pihak-pihak yang tertarik dengan teknologi dan penemuan rahasia mereka, siap untuk mengambil keuntungan dari eksperimen ini untuk kepentingan mereka sendiri. Aiden merasa semakin terjebak dalam konflik moral yang melibatkan rasa ingin tahu akan kebenaran dan tanggung jawab untuk melindungi keselamatan banyak orang.

Malam itu, ketika laboratorium tenggelam dalam keheningan dan sebagian besar staf sudah pulang, Aiden memutuskan untuk mengambil risiko besar. Dia mengumpulkan semua bukti yang berhasil dia kumpulkan selama berbulan-bulan ini: catatan-catatan rahasia, data eksperimen yang tidak stabil, dan bukti-bukti lain yang menunjukkan potensi bahaya dari Proyek X.

Dengan hati-hati, dia mengemas semua informasi itu ke dalam sebuah flash drive yang dia simpan di saku jaketnya. Dia merasa gemetar saat memikirkan langkah selanjutnya yang akan dia ambil. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tetapi dia yakin bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi kebenaran dan keselamatan.

Setelah memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikannya, Aiden meninggalkan ruang kerjanya dan melangkah menuju ruang komando utama laboratorium. Ruangan itu sepi, hanya ada satu petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk. Aiden merasa jantungnya berdebar keras saat dia mendekati petugas tersebut.

“Permisi,” ucap Aiden, mencoba menahan ketegangan dalam suaranya.

Petugas keamanan mengangkat kepalanya dari meja kontrol. “Ada yang bisa saya bantu, Pak Aiden?”

“Aku perlu mengakses sistem untuk sesuatu yang mendesak,” kata Aiden dengan berusaha untuk tetap tenang. Dia tahu dia harus berhati-hati, karena setiap gerakan yang salah bisa mengkhawatirkan.

Petugas keamanan itu menatap Aiden dengan tatapan curiga. “Maaf, tapi tidak ada izin akses yang diizinkan malam ini. Semua akses ke sistem sudah diblokir kecuali untuk tim khusus.”

Aiden menelan ludah, mencoba untuk tidak menunjukkan kecemasannya. “Tapi ini hal yang sangat mendesak, Pak. Ini berkaitan dengan keamanan laboratorium.”

Petugas keamanan itu ragu sejenak, matanya mempertimbangkan permintaan Aiden dengan hati-hati. “Saya tidak bisa melanggar protokol,” katanya akhirnya dengan mantap. “Anda harus menunggu sampai besok pagi dan mengajukan permintaan secara resmi kepada Dr. Elara atau Dr. Viktor.”

Aiden merasa putus asa. Waktunya terus berjalan, dan dia tahu dia tidak bisa menunda lagi. Dia harus mengambil risiko lebih lanjut. Dengan cepat, dia mencari-cari di sekitarnya, mencari peluang untuk masuk ke dalam sistem tanpa terdeteksi.

Tiba-tiba, ide muncul dalam pikirannya. Dia mengingat ruang komunikasi internal yang terletak di sisi lain ruangan. Itu adalah tempat di mana panggilan darurat atau komunikasi sensitif lainnya biasanya dilakukan. Tanpa ragu, dia melangkah ke arah ruangan itu.

Saat dia memasuki ruangan kecil yang gelap itu, dia menemukan terminal komputer yang digunakan untuk komunikasi internal. Dengan cepat, dia menghubungkan flash drive-nya ke terminal dan memulai proses untuk memindahkan semua data yang dia miliki ke dalam sistem.

Detik demi detik terasa seperti jam bagi Aiden saat dia menunggu proses transfer selesai. Dia bisa merasakan tekanan dan adrenalin mengalir dalam darahnya. Setiap suara kecil terdengar begitu keras di telinganya.

Tiba-tiba, layar terminal berkedip-kedip, menandakan bahwa transfer telah selesai. Aiden menarik napas lega, meskipun pekerjaannya belum selesai. Dia harus memastikan bahwa jejak-jejaknya tidak terlacak.

Tanpa meninggalkan satu pun bukti, Aiden menghapus jejak transfer dari terminal dan memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda kegiatannya di log sistem. Setelah yakin semuanya aman, dia mengembalikan ruangan komunikasi itu ke keadaan semula dan meninggalkan ruangan dengan hati-hati.

Dia merasa lega karena berhasil melakukan apa yang dia rasa benar, tetapi kekhawatirannya tidak berakhir di sana. Dia tahu bahwa langkah selanjutnya adalah menemukan cara untuk mengungkapkan kebenaran ini kepada dunia tanpa membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.

***

Keesokan harinya, suasana di laboratorium terasa tegang. Aiden mencoba untuk tidak menunjukkan kecemasannya saat dia berinteraksi dengan rekan-rekannya. Dia merasa seperti setiap mata memperhatikannya, meskipun dia mencoba untuk terlihat biasa saja.

Dr. Elara dan Dr. Viktor tampak sibuk dengan urusan mereka sendiri, tetapi Aiden bisa merasakan bahwa ada yang berbeda dalam sikap mereka. Dia tidak yakin apakah mereka sudah menyadari tindakannya atau tidak, tetapi dia harus tetap waspada.

Di tengah kesibukan itu, Aiden menerima panggilan dari seorang rekan yang meminta bantuannya untuk mengatasi masalah teknis di laboratorium. Ini adalah kesempatan baginya untuk mengakses sistem lagi tanpa menarik perhatian berlebihan.

Dengan hati-hati, dia memanfaatkan kesempatan itu untuk mengirim salinan data penting yang dia peroleh semalam ke beberapa akun e-mail yang dia buat secara anonim. Dia memilih untuk mengirimkan informasi itu ke jurnalis-jurnalis investigasi yang dia percaya bisa menangani kasus ini dengan hati-hati.

Setelah mengirimkan e-mail-e-mail tersebut, Aiden menghapus semua jejak aktivitasnya sekali lagi. Dia tidak bisa berlama-lama dalam aksi ini, karena risikonya sangat besar.

***

Malam harinya, ketika dia pulang ke apartemennya, Aiden merasa campuran antara lega dan cemas. Dia telah melakukan langkah besar untuk mengungkapkan kebenaran, tetapi dia juga menyadari bahwa perjalanan ini belum berakhir.

Beberapa hari berlalu tanpa ada yang mencurigai apa yang telah dia lakukan. Namun, pada suatu pagi, ketika Aiden tiba di laboratorium, suasana terasa sangat berbeda. Semua orang terlihat sibuk dan ada kegelisahan yang terasa di udara.

Dr. Elara memanggil Aiden ke ruangannya. Dia tampak tegang saat dia menutup pintu di belakang Aiden.

“Aiden, apakah kamu tahu sesuatu tentang kebocoran informasi dari laboratorium ini?” tanya Dr. Elara langsung pada intinya.

Aiden memandang Dr. Elara dengan serius. Dia tahu saatnya untuk menghadapi konsekuensi dari tindakannya. “Saya tidak tahu apa yang Anda maksud, Tuan,” jawabnya dengan mantap.

Dr. Elara menatap Aiden dengan tatapan tajam. “Saya memiliki bukti bahwa ada transfer data rahasia dari sistem kami ke luar laboratorium beberapa hari yang lalu. Apakah kamu tahu sesuatu tentang ini, Aiden?”

Aiden memilih untuk tetap diam, meskipun dia tahu bahwa itu mungkin tidak akan bertahan lama. Dia menyadari bahwa ini adalah bagian dari permainan yang dia mainkan dengan kebenaran.

“Jika kamu tahu sesuatu, Aiden, sekaranglah saatnya untuk memberitahu saya,” tegas Dr. Elara.

Aiden menghela napas dalam-dalam sebelum dia mengangkat kepalanya. “Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bisa memberitahu Anda apa pun,” ujarnya dengan suara yang mantap.

Dr. Elara menatapnya dengan tatapan campuran antara kekecewaan dan keputusasaan. “Baiklah, Aiden. Saya harap kamu sadar akan risiko besar yang kamu ambil dengan tindakanmu.”

Aiden hanya mengangguk, mencoba untuk menahan emosinya. Dia tahu bahwa keputusannya telah membuatnya menjadi target, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa mundur sekarang.

Share This Article
Pecinta Bahasa yang Elegan dan Santun, Menyukai Sastra dan Hal-hal Unik.