Aku merenung sendiri di hutan-hutan kota. Pohon-pohon beton menjulang tinggi, mencakar langit seperti jari-jari raksasa yang berusaha meraih bintang. Di bawah pohon bangunan, aku mencari ketenangan di tengah cakrawala bising. Langit yang penuh dengan lampu neon, suara mesin, dan teriakan manusia seakan menjadi latar belakang konstan dalam kehidupanku.
Di sudut sebuah gang yang terlupakan, aku menemukan sebuah bangku besi yang sudah berkarat. Tanpa pikir panjang, aku duduk dan mencoba mengheningkan sukma. Lebih hening dari kening-kening yang bening, yang selalu sibuk dengan pikiran dan beban dunia. Keningku berkerut, mencoba melawan kegaduhan yang terus merambat ke dalam pikiranku.
“Kenapa kau selalu di sini, sendirian?” Sebuah suara menyapa dari belakang. Aku menoleh, melihat seorang pria paruh baya dengan mata tajam. Pakaian kumalnya tak mampu menyembunyikan aura misterius yang menyelimutinya.
“Di sini aku merasa tenang,” jawabku singkat.
Pria itu mengangguk, lalu duduk di sebelahku. “Aku juga sering merenung di tempat seperti ini,” katanya. “Nama saya Raka.”
“Raka, ya? Aku Andi,” jawabku sambil menatap matanya. Ada sesuatu yang aneh tentang pria ini, seperti ada rahasia besar yang dia sembunyikan.
Raka mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Asap putih membumbung tinggi, bergabung dengan polusi kota. “Tahukah kau,” katanya, “bahwa di bawah bangunan-bangunan ini ada sesuatu yang tersembunyi?”
Aku mengerutkan kening. “Maksudmu?”
“Ada sebuah dunia lain di bawah kota ini,” bisiknya. “Dunia yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang. Dunia yang penuh dengan misteri dan keajaiban.”
Aku tertawa kecil. “Kau pasti bercanda. Mana mungkin ada dunia lain di bawah sini?”
Raka menatapku tajam. “Kau pikir aku bercanda?” Dia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil, sebuah kompas tua dengan jarum yang berputar tak menentu.
“Ini adalah kunci untuk menemukannya,” katanya sambil menyerahkan kompas itu padaku. “Kau hanya perlu mengikuti arahnya, dan kau akan menemukan pintu masuk ke dunia itu.”
Aku memandang kompas itu dengan ragu. “Bagaimana aku tahu ini bukan lelucon?”
Raka tersenyum. “Kau akan tahu ketika kau melihatnya sendiri. Dunia yang tersembunyi ini akan mengubah cara pandangmu tentang segala sesuatu.”
Aku memasukkan kompas itu ke dalam saku. “Baiklah, aku akan mencoba. Tapi jika ini hanya omong kosong, kau akan mendengarnya dariku.”
Raka tertawa kecil. “Kita lihat saja nanti.”
***
Malam itu, aku kembali ke apartemenku. Kompas tua itu terus berputar, seolah-olah memiliki kehendak sendiri. Aku memutuskan untuk mengikutinya, membiarkan langkah-langkahku dituntun oleh jarum yang berputar liar.
Aku berjalan melalui jalan-jalan sempit yang tak pernah kukunjungi sebelumnya. Lampu-lampu jalan redup, memberikan nuansa misterius pada malam yang sepi. Suara mesin dan teriakan manusia semakin jauh, digantikan oleh keheningan yang tidak biasa.
Jarum kompas berhenti berputar ketika aku sampai di sebuah pintu besi tua, tersembunyi di balik tumpukan sampah dan grafiti. Pintu itu terlihat seperti sudah lama tidak dibuka, namun entah kenapa aku merasa harus membukanya.
Dengan susah payah, aku berhasil membuka pintu itu. Sebuah tangga gelap menyambutku, menurun ke bawah tanah. Aku menyalakan ponselku, menggunakan cahaya layarnya sebagai penerangan. Langkahku bergema di sepanjang tangga, menciptakan suasana yang semakin menegangkan.
Di ujung tangga, aku menemukan sebuah lorong panjang. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan simbol-simbol aneh dan lukisan yang tidak kumengerti. Aku terus berjalan, rasa penasaran mengalahkan ketakutanku. Di ujung lorong, aku menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan cahaya biru.
Di tengah ruangan, ada sebuah portal yang berputar perlahan, seperti pusaran air di lautan. Aku mendekat, merasakan energi yang kuat emanating from the portal. Tanpa berpikir panjang, aku melangkah masuk.
***
Dunia yang kutemukan di balik portal itu sungguh menakjubkan. Langit berwarna ungu dengan bintang-bintang yang bersinar terang. Pohon-pohon berwarna neon berdiri tegak, dengan dedaunan yang bercahaya. Di kejauhan, aku melihat sebuah kota yang penuh dengan bangunan aneh dan kendaraan yang melayang di udara.
“Apa ini?” gumamku pada diri sendiri.
“Kau telah menemukan dunia yang tersembunyi,” suara Raka terdengar di belakangku. Aku berbalik, melihat dia berdiri dengan senyum lebar.
“Bagaimana kau bisa ada di sini?” tanyaku.
“Aku sudah lama tinggal di sini,” jawabnya. “Ini adalah tempat di mana teknologi dan sihir bertemu. Di sini, kita bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang tidak bisa dijawab di dunia atas.”
Aku terdiam, mencoba mencerna semua ini. “Apa yang harus kulakukan di sini?”
Raka menatapku dengan mata penuh makna. “Kau harus mencari kebenaran. Setiap orang yang datang ke sini memiliki tujuan mereka sendiri. Temukan apa yang kau cari, dan kau akan memahami kenapa dunia ini tersembunyi.”
Aku mengangguk pelan, lalu mulai melangkah menjelajahi dunia baru ini. Setiap sudutnya penuh dengan keajaiban yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku bertemu dengan makhluk-makhluk aneh, teknologi canggih, dan keajaiban alam yang menakjubkan.
Di sebuah pasar yang ramai, aku bertemu dengan seorang wanita tua yang menjual ramuan-ramuan aneh. “Kau terlihat seperti orang baru di sini,” katanya dengan suara serak.
“Ya, aku baru saja tiba,” jawabku.
Wanita itu mengangguk. “Hati-hati dengan apa yang kau cari. Dunia ini penuh dengan misteri, dan tidak semua misteri ingin ditemukan.”
Aku mengangguk dan melanjutkan perjalanan. Setiap langkah membawa aku lebih dalam ke dalam misteri dunia ini. Aku menemukan artefak-artefak kuno, teknologi yang melampaui pemahamanku, dan makhluk-makhluk yang tampaknya keluar dari dongeng.
Namun, semakin dalam aku menjelajah, semakin aku merasakan adanya ancaman. Seperti ada mata yang mengintai dari bayang-bayang, mengawasi setiap gerakanku. Di sebuah lorong gelap, aku merasakan kehadiran yang mengerikan.
“Siapa di sana?” tanyaku dengan suara gemetar.
Dari kegelapan, muncul sosok tinggi dengan mata merah menyala. “Kau tidak seharusnya berada di sini,” suaranya berat dan menakutkan.
“Aku hanya mencari jawaban,” jawabku.
Sosok itu mendekat, membuatku semakin terdesak ke dinding. “Jawaban apa yang kau cari?” tanyanya dengan nada mengancam.
“Aku… aku tidak tahu,” jawabku jujur. “Aku hanya ingin memahami dunia ini.”
Sosok itu menatapku tajam, lalu tiba-tiba menghilang ke dalam kegelapan. “Hati-hati, Andi,” suaranya menggema. “Tidak semua jawaban membawa kebenaran yang kau inginkan.”
Aku terdiam, mencoba mengerti apa yang baru saja terjadi. Dunia ini penuh dengan misteri, dan aku sadar bahwa perjalananku baru saja dimulai.
***