CRT: Singkatan Keren atau Sinyal Lama yang Terlupakan?

Disda Hendri Yosuki
4 Min Read
CRT: Singkatan Keren atau Sinyal Lama yang Terlupakan?

ProEstate.id – Bro, lu pernah denger ga sih istilah “CRT” di lingkungan gaul?

Atau mungkin lu udah terbiasa sama layar-layar LED, OLED, atau bahkan QLED yang canggih?

Nah, kali ini, gua bakal bawa lu masuk ke dalam dunia “CRT” dalam bahasa gaul yang mungkin lebih kece dari yang lu pikirin.

Pertama-tama, lu mungkin bertanya-tanya, “Apa sih CRT itu?” Nah, jangan kepo dulu, bro.

CRT itu singkatan dari Cathode Ray Tube.

Wah, kayaknya udah kedengeran kuno banget ya? Tapi tenang, jangan sampe ngantuk duluan.

Meskipun teknologi ini udah tua, tapi ternyata ada banyak hal seru tentangnya.

Jadi, dulu CRT itu adalah teknologi standar untuk televisi dan monitor komputer.

Bayangin aja, jaman dulu sebelum LED dan LCD merajalela, CRT-lah yang jadi primadona.

Layarnya tebel, berat, dan bentuknya cukup besar.

Tapi, siapa yang dulu belum pernah nonton film di layar CRT? Itu rasanya bikin nostalgia, bro.

Nah, sekarang mungkin lu mikir, “CRT kan udah ketinggalan jaman, bro.

Apa sih yang bikin CRT menarik buat dibahas?”

Eits, tunggu dulu! Meskipun udah jarang ditemui di zaman sekarang, tapi sebenarnya CRT punya tempat tersendiri di hati para pecinta teknologi lho.

Pertama-tama, mari kita bahas soal kualitas gambar.

Gak bisa dipungkiri, meskipun udah ketinggalan jaman, tapi gambar yang dihasilkan oleh CRT masih punya pesonanya sendiri.

Warna yang lebih nyata dan kontras yang tajam adalah ciri khas dari layar CRT.

Dulu, nonton film atau main game di layar CRT itu rasanya beda banget, bro.

Lu pasti bisa rasain kalo pernah mencoba.

Selain itu, ada satu hal lagi yang bikin CRT menarik, yaitu keunikan desainnya.

Gak kayak monitor-monitor modern yang tipis dan ringan, CRT punya bentuk yang ikonik dengan bagian belakang yang cukup besar.

Jadi, selain buat nonton film atau main game, CRT juga bisa jadi hiasan keren di ruangan lu, bro. Seru kan?

Tapi, tentu aja ada sisi gelapnya juga. Salah satu masalah utama dari CRT adalah ukurannya yang besar dan berat.

Gak kayak monitor LED yang bisa ditempel di dinding atau diletakin di meja dengan mudah, CRT butuh ruang yang lebih besar.

Bayangin aja, gimana susahnya angkut-angkut monitor CRT yang beratnya bisa sampe puluhan kilogram itu.

Selain itu, CRT juga punya masalah dengan radiasi.

Jadi, sebenernya nonton terlalu dekat dengan layar CRT itu gak disarankan banget, bro.

Meskipun gak berbahaya banget, tapi radiasi yang dihasilkan bisa jadi masalah kesehatan juga kalo terlalu sering dan terlalu lama.

Tapi, meskipun punya kelemahan, gak bisa dipungkiri bahwa CRT punya tempat tersendiri di hati para penggemarnya.

Ada banyak komunitas di luar sana yang masih setia menggunakan monitor CRT untuk berbagai keperluan, termasuk para retro gamer yang lebih suka sensasi bermain game dengan layar yang khas.

Jadi, apa sih kesimpulannya? CRT mungkin udah jadi barang antik di zaman sekarang, tapi masih banyak hal menarik yang bisa kita pelajari dari teknologi ini.

Mulai dari kualitas gambar yang khas sampai desain yang unik, CRT punya pesonanya sendiri yang bikin orang-orang masih tertarik untuk mengingatnya.

Jadi, kalo lu punya kesempatan buat nyoba nonton film atau main game di layar CRT, lu harus coba, bro.

Siapa tau, lu bakal dapet pengalaman yang seru dan nostalgia yang keren.

Dan siapa tau juga, mungkin CRT bakal jadi tren lagi di masa depan. Kita tunggu aja!

Share This Article
Disda Hendri Yosuki adalah seorang penulis lepas yang fokus terhadap hal-hal menarik dan trend, tidak menutup kemungkinan bagi dirinya untuk menulis semua isu bahkan bisa dibilang bisa menulis semua niche tulisan. Bisa menulis berita, esai, opini, bahkan seni, desain, wisata, hingga resep. Isu-isu kekinian juga tak luput dari pandangannya. Hukum, Sosial, Ekonomi, juga dikuasai. Sehingga Disda Hendri Yosuki bisa dikatakan sebagai orang yang mempunyai authority kepenulisan yang baik. Disda Hendri Yosuki juga tidak hanya menulis di satu situs website, tetapi juga menulis di banyak website media, baik yang sudah ekspert maupun yang masih merintis. Karena bagi Disda Hendri Yosuki, menulis ialah hidup dan hidup harus diperjuangkan.