Geger Pemakzulan Yoon Suk Yeol: Kenapa Rakyat Korea Selatan Merayakan, Tapi Juga Khawatir?

zain
By
zain
zain afton adalah seorang arsitek berpengalaman yang memfokuskan diri pada desain rumah berkelanjutan dan smart home. Dengan lebih dari 12 tahun pengalaman, zain menggabungkan estetika dengan...
4 Min Read
Geger Pemakzulan Yoon Suk Yeol: Kenapa Rakyat Korea Selatan Merayakan, Tapi Juga Khawatir? (Ilustrasi)

proestate.id – Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada 4 April 2025 menjadi momen bersejarah yang mengguncang politik negeri itu.

Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Yoon secara resmi menandai akhir dari masa jabatan yang penuh kontroversi.

Meskipun banyak rakyat Korea Selatan menyambut pemakzulan ini dengan suka cita, keputusan tersebut juga memunculkan kekhawatiran tentang stabilitas politik dan masa depan demokrasi di negara tersebut.

Latar Belakang Pemakzulan

Yoon Suk Yeol, mantan jaksa yang sebelumnya dikenal karena perannya dalam pemberantasan korupsi, menghadapi pemakzulan setelah deklarasi darurat militer pada Desember 2024.

Langkah ini diambil dengan alasan adanya ancaman dari “elemen anti-negara” yang diduga terkait Korea Utara.

Namun, tindakan Yoon dianggap melampaui batas kewenangan konstitusionalnya, termasuk mengerahkan pasukan militer untuk menghalangi parlemen dan menangkap politisi oposisi.

Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa tindakan Yoon melanggar hak-hak dasar warga negara dan prinsip demokrasi.

Krisis Politik di Korsel: Apa yang Terjadi Setelah MK Sahkan Pemakzulan Yoon Suk Yeol? (Ilustrasi)
Krisis Politik di Korsel: Apa yang Terjadi Setelah MK Sahkan Pemakzulan Yoon Suk Yeol? (Ilustrasi)

Deklarasi darurat militer yang hanya berlangsung enam jam ini segera dibatalkan oleh parlemen, tetapi dampaknya terhadap politik nasional tetap terasa hingga berbulan-bulan kemudian.

Respon Publik: Antara Euforia dan Kekhawatiran

Pemakzulan Yoon disambut dengan perayaan besar oleh kelompok pro-demokrasi.

Demonstrasi yang mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi berlangsung damai di seluruh negeri, termasuk di Seoul, Jeonju, dan Daegu.

Pemimpin oposisi Lee Jae-myung bahkan menyebut momen ini sebagai awal baru bagi demokrasi Korea Selatan.

Namun, tidak semua pihak menerima keputusan ini dengan lapang dada.

Pendukung Yoon menggelar aksi protes besar-besaran di Gwanghwamun Square, menyerukan pembatalan pemakzulan dan menuduh oposisi melakukan “pengkhianatan”.

Ketegangan politik ini mencerminkan polarisasi yang mendalam di masyarakat Korea Selatan.

Dampak Politik dan Ekonomi

Pemakzulan Yoon Suk Yeol memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas politik dan ekonomi Korea Selatan.

Dengan pemilu presiden baru yang dijadwalkan pada Juni 2025, negara ini menghadapi ketidakpastian besar mengenai kepemimpinan masa depan.

Menurut survei Gallup Korea, 52% responden mendukung perubahan pemerintahan, sementara hanya 37% yang masih mendukung Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai tempat Yoon bernaung.

Di sisi lain, krisis politik ini telah mengganggu aktivitas ekonomi. Banyak bisnis mengalami penurunan produktivitas akibat ketidakpastian politik selama beberapa bulan terakhir.

Investor asing juga mulai mempertanyakan stabilitas jangka panjang Korea Selatan sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia.

Pemakzulan Yoon Suk Yeol memberikan pelajaran penting tentang batas kekuasaan eksekutif dalam sistem demokrasi modern.

Tindakan Yoon menunjukkan bagaimana penyalahgunaan kekuasaan dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Namun, pemakzulan ini juga menyoroti kekuatan lembaga hukum dan parlemen dalam menjaga prinsip demokrasi.

Di sisi lain, polarisasi politik yang semakin tajam menjadi tantangan besar bagi Korea Selatan.

Ketegangan antara pendukung konservatif PPP dan progresif DPK dapat memperumit proses rekonsiliasi nasional pasca-pemilu.

Jika tidak dikelola dengan baik, situasi ini berpotensi memicu krisis politik yang lebih dalam.

Pemakzulan Yoon Suk Yeol adalah momen penting dalam sejarah demokrasi Korea Selatan.

Meskipun banyak pihak merayakan keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai kemenangan rakyat atas otoritarianisme, kekhawatiran tentang stabilitas politik dan ekonomi tetap menjadi tantangan besar ke depan.

Share This Article