Perang Dagang Trump Jilid 2: Tarif 104% ke China Resmi Berlaku Hari Ini

diratama
By
diratama
Diratama memiliki 10 tahun pengalaman dalam investasi properti dan pasar real estat. Ia berfokus pada tren pasar dan strategi investasi jangka panjang, memberikan wawasan yang berbasis...
7 Min Read
Perang Dagang Trump Jilid 2: Tarif 104% ke China Resmi Berlaku Hari Ini (Ilustrasi)

proestate.id – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Kali ini, Presiden Donald Trump mengambil langkah berani (dan kontroversial) dengan menerapkan tarif impor sebesar 104% terhadap produk-produk asal China, efektif mulai Rabu, 9 April 2025 tengah malam waktu setempat.

Bagi banyak pengamat, ini bukan sekadar kebijakan ekonomi ini adalah sinyal perang dagang jilid dua yang akan menguji daya tahan ekonomi global.

Dalam artikel ini, kita akan membedah latar belakang keputusan ini, dampaknya terhadap perekonomian global, posisi Indonesia di tengah konflik raksasa ini, serta kemungkinan arah negosiasi ke depan.

Semua dibahas dengan bahasa yang ringan tapi tetap berbobot, agar kamu bisa memahami isu kompleks ini tanpa pusing tujuh keliling.

Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Trump kembali ke panggung kekuasaan dan langsung menghidupkan senjata lamanya: tarif impor. Kali ini, dia tidak tanggung-tanggung, langsung menetapkan 104% tarif terhadap barang-barang asal China.

Alasannya? Menurut Gedung Putih, ini adalah bentuk respons atas “aksi balasan” dari Beijing yang dianggap menantang dominasi ekonomi Amerika.

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menyatakan bahwa AS kini memprioritaskan negosiasi dengan sekutu seperti Jepang dan Korea Selatan.

China? Dikeluarkan dari daftar prioritas. Bahkan, Kepala Negosiator Perdagangan AS, Jamieson Greer, menegaskan bahwa tidak akan ada pengecualian untuk China dalam waktu dekat.

Reaksi China: Tegas, Cepat, dan Tanpa Ampun

China tentu tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Perdagangannya, Beijing menyebut langkah Trump sebagai bentuk pemerasan ekonomi dan menyatakan bahwa mereka siap melawan sampai titik darah penghabisan.

Sebagai balasan, China menetapkan tarif 34% untuk berbagai produk asal AS mulai Kamis. Ini menciptakan efek domino dalam rantai pasok dan perdagangan global. Bukan cuma antarnegara besar, tapi juga menyentuh negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Efek Langsung di Lapangan: Harga Melonjak, Konsumen Panik

Di Amerika sendiri, efeknya langsung terasa.

  • Harga barang naik drastis. Sepatu lari yang sebelumnya dijual US$155 diprediksi melonjak ke US$220.
  • Perusahaan seperti Micron Technology menambahkan biaya akibat tarif.
  • Peritel menahan pemesanan dan perekrutan.
  • Konsumen panik. Warga AS memborong kebutuhan pokok di supermarket seperti Walmart.

Sementara itu, bursa saham AS merosot, seiring kekhawatiran investor terhadap inflasi dan potensi resesi. Sebaliknya, Eropa sedikit bernapas lega setelah empat hari kejatuhan indeks, namun ancaman tarif baru membuat suasana tetap tegang.

Eropa & Negara Sekutu: Siaga Penuh

Eropa tak tinggal diam. Komisi Eropa mempertimbangkan tarif balasan 25% untuk produk-produk asal AS seperti kacang almond dan sosis. Meski bourbon whiskey dikecualikan, kekhawatiran tetap tinggi, terutama di sektor otomotif dan farmasi.

Bahkan, CEO perusahaan farmasi Eropa menyampaikan kekhawatiran bahwa kebijakan tarif ini bisa mendorong relokasi industri mereka ke AS, mengancam lapangan kerja di Benua Biru.

Menteri Perdagangan Prancis, Laurent Saint-Martin, secara terbuka menyatakan bahwa Uni Eropa siap menggunakan seluruh “kotak alat” mereka untuk melawan jika situasi makin parah.

Apa Tujuan Sebenarnya Trump?

Trump percaya bahwa tarif ini adalah senjata ekonomi untuk menghidupkan kembali industri dalam negeri AS. Ia berharap perusahaan asing akan mengalihkan produksi mereka ke AS, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada China.

“Jangan lemah! Jangan bodoh!” katanya dalam pidato publik, menyerukan nasionalisme ekonomi.

Namun, tidak semua setuju. CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memperingatkan bahwa tarif ini bisa mempercepat inflasi.

Bahkan, Senator Republik Ted Cruz yang dikenal dekat dengan Trump pun menyatakan bahwa kebijakan ini bisa menjadi bencana politik di pemilu paruh waktu jika harga barang naik dan lapangan kerja hilang.

Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

Nah, ini bagian yang bikin kita harus ekstra waspada.

Indonesia sebagai negara berkembang dan mitra dagang dari kedua negara—AS dan China berada di posisi yang sangat rawan. Jika konflik ini terus bereskalasi:

  • Ekspor Indonesia bisa terganggu. Banyak barang kita masuk ke China dan AS sebagai bagian dari rantai pasok global. Jika keduanya membatasi perdagangan, efeknya akan terasa di pabrik-pabrik lokal.
  • Harga barang impor naik. Terutama barang elektronik, alat berat, hingga bahan baku industri.
  • Ketidakpastian investasi. Investor cenderung wait-and-see saat situasi global tidak menentu. Ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, di sisi lain, ada peluang. Dengan AS yang menutup akses ke China, Indonesia bisa menjadi alternatif mitra dagang. Tapi tentu, kita harus cepat, pintar, dan strategis dalam mengambil posisi.

Apakah Ini Akan Berakhir?

Sulit untuk memprediksi. Trump dikenal dengan gaya negosiasi ekstrem—naikkan tensi, lalu tawarkan kesepakatan. Saat ini, AS sedang membuka negosiasi dengan hampir 70 negara lain, tetapi China masih berada di luar daftar tersebut.

Artinya, konflik ini tidak akan mereda dalam waktu dekat, kecuali ada tekanan politik besar dari dalam negeri AS atau dampak ekonomi yang benar-benar mengguncang.

Dunia Harus Siap Hadapi “Perang Dingin Ekonomi” Baru

Kita hidup di era baru: geopolitik berbasis ekonomi. Senjata utamanya bukan peluru, tapi tarif, embargo, dan regulasi perdagangan.

Perang dagang ini bukan sekadar tentang dua negara. Ini tentang bagaimana dunia akan menyesuaikan diri dengan tatanan ekonomi global yang berubah drastis.

Negara-negara berkembang seperti Indonesia perlu merumuskan ulang strategi dagangnya, memperkuat pasar dalam negeri, dan membangun hubungan dagang yang lebih beragam.

Kesimpulan: Apakah Dunia Siap?

Perang dagang AS-China jilid dua sudah dimulai. Dengan tarif 104% sebagai pembuka, Trump kembali memainkan strategi ekonomi nasionalisme agresif yang bisa memicu efek domino global.

China tentu tidak tinggal diam, Eropa siaga, negara-negara berkembang menahan napas.

Di tengah semua ketegangan ini, satu hal yang pasti: dunia harus bersiap menghadapi ketidakpastian. Dan bagi kita di Indonesia, ini bukan saatnya pasif. Ini saatnya cermat melihat peluang sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

Satu pertanyaan penting untuk kamu renungkan: Jika dua raksasa bertarung, bisakah kita—si kecil yang cerdik—menemukan celah untuk tumbuh?

Mari kita lihat dan siapkan strategi terbaik. Karena dalam dunia yang penuh ketidakpastian, mereka yang adaptiflah yang akan bertahan!

Share This Article