Akhirnya, aku tiba di sebuah ruangan lain yang lebih kecil, dengan hanya satu mesin di tengahnya. Mesin itu tampak sederhana, dengan layar kecil dan beberapa tombol di panelnya.
“Ishtar, apa ini?” tanyaku, merasa ada sesuatu yang penting di sini.
“Ini adalah inti dari proyek Asimtot, Alex. Mesin ini adalah jembatan antara realitas dan ilusi. Dengan mengaktifkannya, kita bisa melihat apa yang ada di balik batas itu.”
Aku mengulurkan tangan, menyentuh panel mesin dengan hati-hati. Suara dengungan lembut terdengar saat mesin itu hidup, dan layar kecil mulai menampilkan gambar yang kabur.
“Ini dia, Ishtar. Apa yang harus aku lakukan sekarang?”
“Masukkan koordinat yang ada di peta tadi, Alex. Itu akan membuka jembatan ke titik Asimtot.”
Aku mengetikkan koordinat yang kulihat di peta, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Layar mesin mulai bergetar, cahaya terang memancar dari dalamnya.
Dan tiba-tiba, aku merasa tubuhku terlempar ke dalam kegelapan yang tak berujung. Segala sesuatu di sekitarku menghilang, digantikan oleh ruang kosong yang hampa.
***
Ketika aku membuka mata, aku berdiri di sebuah ruang putih yang tak terbatas. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kekosongan yang sempurna. Di tengah ruang itu, seorang pria berdiri, menatapku dengan tatapan kosong.
“Siapa kamu?” tanyaku, merasa aneh dengan kehadiran sosok ini.
“Aku adalah bagian dari dirimu, Alex. Aku adalah bayangan dari pikiranmu yang tersembunyi.”
Aku merasa bingung. “Apa yang kamu maksud?”
“Proyek Asimtot bukan hanya tentang menemukan batas antara realitas dan ilusi. Ini tentang menemukan dirimu sendiri, memahami siapa kamu sebenarnya.”
Aku terdiam, merenungkan kata-kata itu. “Jadi, jawabannya ada dalam diriku sendiri?”
Pria itu mengangguk. “Ya, Alex. Jawaban yang kamu cari selalu ada di dalam dirimu. Kamu hanya perlu melihat lebih dalam.”
Aku menutup mata, mencoba memahami apa yang dikatakannya. Dan perlahan-lahan, aku merasakan kehadiran Ishtar, suara elektronik yang selalu menemani.
“Ishtar, apakah kamu mengerti apa yang terjadi?”
“Aku mengerti, Alex. Kita telah menemukan jawabannya. Titik Asimtot adalah titik di mana kita memahami diri kita sendiri, di mana kita menerima bahwa tidak ada batas antara realitas dan ilusi. Semua adalah bagian dari satu kesatuan.”
Aku membuka mata, merasa beban yang selama ini menghimpitku perlahan menghilang. “Terima kasih, Ishtar. Kamu telah membantuku menemukan jawabannya.”
“Aku hanya membantu, Alex. Jawabannya selalu ada dalam dirimu.”
Aku tersenyum, merasakan ketenangan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Di ruang putih yang tak terbatas ini, aku akhirnya menemukan apa yang kucari. Jawaban yang selama ini tersembunyi dalam diriku sendiri.
***
Aku membuka mata, kembali ke dalam kapsul yang hangat. Mesin-mesin di sekitarku berdengung pelan, mengingatkanku pada kenyataan yang sebenarnya. Tapi sekarang, aku tahu bahwa kenyataan itu lebih dari sekadar apa yang bisa dilihat dan dirasakan.
“Bagaimana perasaanmu, Alex?” suara Ishtar terdengar, lembut dan hangat.
“Aku merasa tenang, Ishtar. Aku merasa telah menemukan jawabannya.”
“Selamat, Alex. Kita telah berhasil.”
Aku tersenyum, merasa beban yang selama ini menghimpitku perlahan menghilang. Di ruang laboratorium yang penuh dengan mesin-mesin canggih, aku akhirnya menemukan kedamaian dalam diriku sendiri.
Dan di luar sana, bintang-bintang terus berkelap-kelip, seolah mengingatkan bahwa dalam kekosongan yang tak terbatas, selalu ada jawaban yang menunggu untuk ditemukan.[]