[CERPEN] Di Bawah Langit Jakarta 1945

diratama
7 Min Read
[CERPEN] Di Bawah Langit Jakarta 1945 (Ilustrasi)

1

Malam turun perlahan di atas Jakarta 1945, membawa keheningan yang ganjil. Udara pekat dengan aroma garam laut yang bercampur dengan asap kendaraan tua. Gedung-gedung tua berdiri tegak, menjadi saksi bisu dari waktu yang berlalu. Di sebuah sudut Pulo Gadung, seorang pria berwajah keriput berdiri menghadap langit. Mata tuanya memancarkan kegelisahan yang mendalam.

Contents

“Pak, kita harus bergerak cepat,” kata seorang pemuda dengan suara bergetar. Namanya Budi, seorang aktivis muda yang terbakar oleh semangat revolusi.

Si pria tua, yang dipanggil Pak Dirman, mengangguk pelan. “Beri aku waktu, Budi. Beri aku waktu untuk berkuasa.”

Budi mengernyitkan dahi, bingung dengan kata-kata itu. “Tapi, Pak Dirman, apa yang bisa kita lakukan dalam waktu yang singkat ini? Musuh semakin dekat.”

Pak Dirman menatap Budi dengan mata tajam, seolah melihat langsung ke dalam jiwanya. “Waktu, Budi. Semua tergantung pada waktu. Kita harus kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan.”

2

Di sudut lain Jakarta, tepatnya di Sukarno Hatta, seorang perempuan bernama Ratna berjalan cepat melewati kerumunan. Langkahnya mantap, penuh tekad. Di tangannya, ia menggenggam sebuah buku tua yang telah usang. Buku itu adalah peninggalan ayahnya, seorang ilmuwan yang menghilang secara misterius bertahun-tahun lalu.

“Ratna, kau sudah dapat petunjuknya?” tanya seorang pria berbadan tegap yang berjalan di sampingnya. Dia adalah Hasan, sahabat karib sekaligus pelindung Ratna.

Ratna mengangguk. “Ayah meninggalkan pesan dalam buku ini. Ada sesuatu di Gambir, sesuatu yang bisa mengubah segalanya.”

Hasan terdiam, memikirkan kata-kata Ratna. “Gambir… Tempat itu selalu misterius. Kita harus berhati-hati.”

3

Di Gambir, Jakarta 1957, sebuah kereta tua berdiri di stasiun, terlihat seperti raksasa besi yang lelah. Dalam gerbong yang gelap, Pak Dirman dan Budi duduk berseberangan. Wajah mereka penuh dengan kecemasan.

“Kita sudah tiba di masa yang tepat, Pak Dirman?” tanya Budi dengan suara berbisik.

Pak Dirman mengangguk pelan. “Ini adalah saat yang kritis. Kita harus menemukan Ratna dan Hasan sebelum semuanya terlambat.”

Budi mengangguk, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Mereka turun dari kereta, dan langkah mereka membimbing mereka ke sudut kota yang telah berubah seiring waktu.

Di sisi lain kota, Ratna dan Hasan tiba di sebuah bangunan tua yang terlihat sudah ditinggalkan. Di dindingnya, terdapat tanda-tanda aneh yang menyerupai kode-kode rahasia. Ratna meraba-raba dinding itu, mencari sesuatu.

“Ayah bilang, ada sesuatu yang tersembunyi di sini,” gumam Ratna sambil terus mencari.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Ratna dan Hasan berbalik, bersiap menghadapi ancaman. Namun, yang muncul adalah Pak Dirman dan Budi.

“Kalian!” seru Ratna terkejut. “Apa yang kalian lakukan di sini?”

Pak Dirman tersenyum tipis. “Kami datang untuk membantu. Kita punya misi yang sama.”

Share This Article
Pecinta Bahasa yang Elegan dan Santun, Menyukai Sastra dan Hal-hal Unik.