Ekonomi Indonesia 2025, di Tangan Donald Trump!

Disda Hendri Yosuki
By
Disda Hendri Yosuki
Disda Hendri Yosuki adalah seorang penulis lepas yang fokus terhadap hal-hal menarik dan trend, tidak menutup kemungkinan bagi dirinya untuk menulis semua isu bahkan bisa dibilang...
6 Min Read
Ekonomi Indonesia 2025, di Tangan Donald Trump! (Ilustrasi)

proestate.id – 2 April 2025, dunia menyaksikan kebijakan perdagangan yang mengguncang pasar global: Liberation Day.

Presiden AS Donald Trump secara resmi menerapkan serangkaian tarif baru terhadap negara-negara yang memiliki ketidakseimbangan perdagangan dengan AS.

Langkah ini disebut sebagai “pembebasan” ekonomi Amerika, tetapi bagi banyak negara, termasuk Indonesia, kebijakan ini menandai babak baru yang penuh tantangan dalam hubungan dagang global.

Kebijakan ini berdampak besar terhadap kurs rupiah, investasi asing, pasar modal, serta prospek ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

mari kita bahas….!

Rupiah Melemah: Ancaman bagi Stabilitas Ekonomi

Dampak pertama dan paling cepat terasa dari kebijakan ini adalah pelemahan rupiah. Data dari Trading Economics menunjukkan bahwa pada 28 Februari 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun dari Rp16.561/USD menjadi Rp16.531/USD, mencerminkan pelemahan sebesar 0,18% dalam satu hari.

Jika melihat tren lebih luas, rupiah sudah mengalami depresiasi 5,4% sejak awal tahun akibat meningkatnya ketidakpastian global.

Depresiasi ini tidak bisa dianggap sepele. Rupiah yang melemah berarti biaya impor meningkat, membuat harga barang dan bahan baku lebih mahal. Industri manufaktur dan sektor energi menjadi yang paling terdampak.

Sementara itu, Bank Indonesia menghadapi dilema: apakah harus menaikkan suku bunga untuk menahan arus modal keluar, atau membiarkan rupiah melemah demi menjaga ekspor tetap kompetitif?

Menurut Vibiznews, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh penarikan modal asing dari pasar Indonesia.

Ketika kebijakan Trump diumumkan, investor global mulai mengurangi eksposur mereka terhadap aset di negara berkembang seperti Indonesia, menyebabkan capital outflow yang signifikan.

Pasar Modal Bergejolak: Investor Asing Tarik Diri

Ketidakpastian global yang dipicu oleh Liberation Day juga berdampak besar pada pasar saham Indonesia.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa per Januari 2025, jumlah investor pasar modal Indonesia mencapai 15 juta Single Investor Identification (SID), naik signifikan dari 12 juta di awal 2024.

Namun, data terbaru dari Republika menunjukkan bahwa investor asing mulai menarik modalnya. Dalam waktu dua bulan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun dari 7.200 ke 6.800, mencerminkan penurunan sebesar 5,5%.

Sektor yang paling terdampak adalah perbankan, manufaktur, dan properti, yang sangat bergantung pada investasi asing.

Analis dari Bright Institute memperingatkan bahwa biaya investasi di Indonesia semakin mahal, terutama karena kombinasi kenaikan suku bunga, depresiasi rupiah, dan kebijakan fiskal AS yang lebih ketat.

Ini menyebabkan investor lebih memilih menempatkan modal mereka di negara-negara dengan stabilitas ekonomi lebih tinggi seperti AS dan Eropa.

Bagi investor domestik, volatilitas ini menciptakan tantangan sekaligus peluang. Sementara beberapa aset mengalami tekanan, ada potensi bagi saham-saham undervalued untuk menjadi target akumulasi bagi investor jangka panjang.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dipangkas: Indonesia Waspada Resesi?

Salah satu dampak jangka panjang dari kebijakan proteksionisme AS adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Laporan dari DPR RI menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan turun dari 5,3% menjadi 4,5% pada 2025, akibat gangguan di sektor perdagangan dan investasi (DPR RI, 2025).

Pemangkasan pertumbuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama:

  • Menurunnya daya beli masyarakat akibat inflasi yang lebih tinggi.
  • Terhambatnya ekspor ke AS, terutama di sektor tekstil, elektronik, dan produk agrikultur.
  • Penurunan investasi asing, yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan ekspansi industri.

Namun, di balik tantangan ini, ada peluang bagi Indonesia untuk memperkuat pasar domestik dan mencari alternatif ekspor ke negara lain seperti Eropa, Timur Tengah, dan ASEAN.

Pasar Kripto Ikut Terguncang: Bitcoin dan Ethereum Anjlok

Tidak hanya sektor keuangan konvensional, tetapi juga pasar aset digital mengalami tekanan besar akibat kebijakan Trump.

CNBC Indonesia melaporkan bahwa 25 kategori aset kripto mengalami penurunan signifikan setelah kebijakan Liberation Day diumumkan.

Data terbaru menunjukkan bahwa Bitcoin turun 7,5% dan Ethereum turun 6,3% dalam waktu seminggu setelah kebijakan ini diberlakukan.

Penurunan ini terjadi karena investor global lebih memilih aset safe haven seperti dolar AS, emas, dan obligasi pemerintah AS, yang dianggap lebih stabil di tengah ketidakpastian ekonomi.

Bagi ekosistem blockchain dan kripto di Indonesia, situasi ini bisa menjadi tantangan besar. Dengan volume transaksi yang menurun, platform perdagangan kripto lokal mungkin menghadapi kesulitan dalam mempertahankan likuiditas dan daya saing.

Kesimpulan: Bagaimana Indonesia Bisa Bertahan?

Liberation Day yang dicanangkan oleh Donald Trump telah membawa dampak besar bagi ekonomi Indonesia. Pelemahan rupiah, capital outflow, gejolak pasar modal, serta ancaman perlambatan ekonomi membuat pemerintah dan pelaku usaha harus mengambil langkah strategis untuk bertahan.

Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:

  1. Diversifikasi Pasar Ekspor
    Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada AS dengan memperkuat hubungan dagang dengan Eropa, Timur Tengah, dan negara-negara ASEAN.
  2. Mendorong Investasi Domestik
    Dengan berkurangnya modal asing, pemerintah perlu memberikan insentif bagi investasi lokal, terutama di sektor manufaktur dan teknologi.
  3. Menjaga Stabilitas Mata Uang
    Bank Indonesia harus menyeimbangkan antara intervensi di pasar valas dan kebijakan moneter yang tidak terlalu ketat agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
  4. Mengembangkan Ekonomi Digital
    Sektor kripto dan teknologi finansial (fintech) bisa menjadi alternatif bagi investor yang mencari peluang baru di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Di tengah tantangan besar ini, ketahanan ekonomi Indonesia akan diuji. Namun, dengan kebijakan yang tepat dan adaptasi cepat terhadap perubahan global, Indonesia masih memiliki peluang untuk keluar dari krisis ini dengan lebih kuat.

Share This Article